Minggu, 01 Maret 2009

Struktur Otot

MODUL IV

JUDUL: STRUKTUR OTOT


 

BAB I. PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Daging merupakan bahan pangan yang dihasilkan dari perubahan post mortem (pascamerta) dari otot strip, otot yang membalut tulang rangka tubuh (skeletal), dikenal sebagai jaringan muskuler. Jaringan muskuler merupakan jaringan yang sangat berkembang dan sangat spesifik, dimana berlangsung perubahan energi kimia menjadi energi mekanik yang menjamin penanganan dan pergerakan ternak. Sistem ini yang menjamin metabolisme energetik jaringan muskuler dan peranannya sangat besar terhadap warna, tekstur dan kompoisisi otot. Sistem ini yang mempengaruhi secara langsung sedikit atau banyaknya terhadap karakteristik organoleptik (sensorik) daging dan merupakan penanggung jawab yang besar pada heterogenitas yang teramati pada tingkat sifat-sifat daging. Dengan demikian pengetahuan tentang karakteristik otot melalui struktur dan sifat-sifat jaringan muskuler diperlukan dalam pemilihan otot dan perlakuan optimal yang diterapkan pada otot sesudah penyembelihan ternak merupakan jaminan karakteristik organoleptik daging. Dan pada akhirnya memungkinkan dalam pemilihan cara pemasakan daging yang tepat dan sesuai dalam meminimalkan variasi keempukan yang sering kurang dipertimbangkan oleh para konsumen.

Dalam materi kursus ini akan dibahas komponen penyusun otot dan sifat-sifat yang dimilikinya.

  1. Ruang Lingkup Isi

Modul ini membahas tentang:

  1. Struktur otot yakni komponen jaringan penyusun otot: jaringan muskuler dan jaringan ikat
  2. Tipe serat muskuler
  3. Variabilitas dari penyusun otot
  4. Kaitan modul

Modul ini merupakan urutan keempat dari enam modul Ilmu Daging; setelah membahas modul pertama tentang Pengertian dan Mekanisme Penyediaan Daging, kemudian modul kedua tentang Konversi otot menjadi daging, dan modul ketiga tentang Sifat-sifat Daging.

  1. Sasaran Pembelajaran Modul

Setelah mengikuti modul ini melalui metoda SCL, pembelajar diharapkan mampu mengurai komponen penyusun otot

BAB II. PEMBAHASAN

  1. Struktur Otot

Sejumlah besar otot (sekitar 200 pada seekor sapi) dengan ukuran, bentuk dan struktur internal yang berbeda, merupakan penyusun rangka tubuh ternak. Suatu seri proses perubahan biokimia dan biofisik terjadi setelah ternak mati untuk merombak otot-otot tersebut menjadi daging yang dapat dikonsumsi.oleh manusia.

Struktur dari otot-otot strip mengikuti skema organisasi secara umum : kumpulan dari serat-serat otot yang bergabung satu sama lainnya dan ditopang oleh jaringan ikat yang banyak (Barone, 1968; Gambar 1). Organisasi dari jaringan ikat ini memungkinkan untuk membedakan kelompok serat-serat muskuler menjadi kelompok pertama, kelompok kedua, kelompok ketiga dan kadang sampai kelompok empat (Legras dan Schmitt, 1973; Gambar 2). Pada otot besar, kelompok tingkat superior akan mengelompokkan kelompok dengan tingkat yang lebih rendah (inferior).

Umumnya diketahui bahwa sifat-sifat reologik daging sangat tergantung pada kedua komponen tersebut: serat muskuler dan jaringan ikat. Pengetahuan tentang struktur otot sangat penting tidak hanya untuk karakterisasi otot tetapi juga untuk penilaian karaktersitik kualitatif daging, khususnya potensi keempukannya.


 


 


 


 


Gambar 1. Penyebaran jaringan ikat pada daging

Daging segar (kiri), Histologis (kanan)


 


Gambar 2. Strukturasi jaringan ikat muskuler (Mioskhen)

Komponen Penyusun Otot

  1. Jaringan Muskuler (Serat Muskuler)

    Unit dasar dari semua otot adalah serat muskuler yang berbentuk silinder dengan beberapa sentimeter panjangnya dan diameternya bervariasi antara 0,01 - 0,1 mm. Serat ini tersusun atas dinding (sarkolema), sarkoplasma dan miofibriler (Gambar 3)
    yang ditutupi/diselubungi oleh bagian-bagian longitudinal dan transversal dari retikulum sarkoplasmik (Porter, 1961; Gambar 4). Proporsi sarkoplasma tergantung pada serat otot dan mengelilingi miofibriler serta berisi secara khusus dengan sejumlah enzim, mioglobin, mitokhondria, lemak dan glikogen (Bennett, 1960). Nampaknya perbandingan antara jumlah sarkoplasma dengan miofibriler adalah proporsional sesuai dengan kebutuhan energentik otot.

    Satu serat muskuler dengan diameter 60 µm mengandung sekitar 2000 miofibriler dengan diameter 1,0 µm. Miofibriler terdiri atas miofilamen tebal (miosin) dan miofilamen tipis (aktin) (Gambar 3). Filamen tebal tersusun atas molekul myosin, dimana kepala myosin menguak kearah lateral untuk berhubungan dengan filament tipis pada saat terjadi kontraksi (Gambar 5). Filamen aktin terdiri atas molekul aktin yang tersusun seperti rangkaian biji-biji kalung atau tasbih (Gambar 6).

    Serat muskuler dibagi secara longitudinal dengan suatu seri pita, yang dibawah mikroskop optik, nampak secara bergantian terang (pita I) dan gelap (pita A). Pita I dibagi pada bagian tengahnya oleh satu garis tebal yakni strip (jalur) Z. Bagian yang terdapat diantara dua strip Z disebut sarkomer dan merupakan sebagai unit dasar kontraktil. Variasi panjang yang diamati selama kontraksi dan pemanjangan serat terjadi karena adanya pergesakan antar filamen satu dengan lainnya.


     


     


     


     


     


 

Gambar 3. Struktur otot (kiri) dan organisasi miofibriler (kanan)


 


 


 


 


 


Gambar 4. Retikulum sarkoplasmik


 


 


 


 

Gambar 5. Skema organisasi myosin Gambar 6. Struktur filamen aktin


 

Pergesekan antara filament tebal dengan filament tipis pada tingkat sarkomer dimana troponin (C, I, dan T) turut berperan dalam pergesekan tersebut dikenal sebagai kejadian kontraksi otot. Kontraksi ini menandai terjadinya pemendekan sarkomer. Penurunan panjang sarkomer dapat mencapai 10 - 15 % dari panjang semula selama kontraksi (Bailey, 1972).

  1. Jaringan Ikat

    Secara histologis jaringan ikat terdiri atas tiga macam : 1) epimisium, merupakan amplop sebelah luar dari otot yang mengelilingi sejumlah kelompok ketiga dari serat muskuler dan disebut sebagai mioskhen (Schmitt dkk, 1979). Epimisium ini terkait pada tulang melalui bantuan tendon, 2) perimisium, merupakan jaringan ikat yang bercabang-cabang didalam otot dan membentuk suatu jaringan perimisium yang mengelilingi kelompok serat muskuler, 3) endomisium, merupakan pembungkus dari serat otot dan terdapat paling dalam pada otot. Kelompok paling kecil dari serat muskuler disebut sebagai kelompok pertama (Gambar 2).

    Komponen jaringan ikat

    Secara struktural, jaringan ikat terdiri atas tiga komponen : sel, cairan dasar, dan serat Terdapat tiga sel dalam jaringan ikat : 1) fibroblast, bertanggung jawab pada sintesa dan pembaharuan bahan-bahan ekstra seluler, 2) adiposit, bertanggung jawab pada penyimpanan dan metabolisme lemak, 3) makrofak tissuler, bertanggung jawab pada proses pertahanan immunisasi (Bloom dan Fawcett, 1975). Cairan dasar, merupakan bahan organik dari mukopolisakarida dan terdiri atas mukoprotein, tropokolagen dan tropoelastin (Fitton-Jackson, 1964). Mc Intosh (1961) melaporkan bahwa 8 - 12 % nitrogen muskuler diantaranya berasal dari mukoprotein. Ada tiga serat yang menyusun jaringan ikat : 1) kolagen, terdiri dari gabungan dari sejumlah serabut-serabut dengan diameter 0,3 - 0,5 µm dan tebalnya 1 - 12 µm, 2) retikulin, merupakan mukoprotein dimana bahan dan ultrastrukturnya serupa dengan kolagen, sekalipun serabut-serabut retikulin lebih pendek dan strukturnya lebih halus dibandingkan dengan kolagen (Asghar dan Pearson, 1980), 3) elastin, serat-seratnya bercabang-cabang dan jumlahnya bisa mencapai 1,9 - 37 % dari jaringan ikat otot sapi. Pada beberapa otot sapi, seperti Semitendinosus, Latissimus dorsi dan Tensor fascia latae, menyajikan elastin lebih dari 10 % dari jaringan ikat (Bendall, 1967) Dari ketiga serat yang menyusun jaringan ikat, kolagen merupakan serat yang paling dominan (95 %) dan paling besar peranannya dalam menentukan kekerasan/kealotan pada otot. Dengan demikian bahasan tentang jaringan ikat lebih banyak ditujukan pada kolagen.

    Kolagen.

    Kolagen merupakan protein dengan nilai gizi yang rendah, ditandai dengan tidak adanya asam amino esensial didalam komposisi asam aminonya. Dengan menggunakan sinar X terlihat bahwa setiap molekul kolagen berukuran panjang 300 nm dengan diameter 1,4 nm (Glanville dan Kuhn, 1979; Aberle dan Mills, 1983) dengan berat molekul 300.000 dalton (Etherington dan Sims, 1981). Kolagen terdiri dari tiga rantai polipeptida helikoidal (saling melilit) yang disebut rantai alpha. Ketiga rantai ini saling melilit membentuk suatu molekul yang keras dan kompak (Bailey, 1972) melalui perantaraan ikatan hidrogen intramolekul (Bailey dan Robins, 1976). Setiap rantai alpha tersusun atas suatu rangkaian asam amino sebanyak 1050. Rangkaian ini secara karakteristik tersusun atas Gly-X-Y-Gly-X-Y-Gly-X-Y atau (Gly-X-Y)n, dimana setiap tiga asam amino terdapat satu asam amino glisin. Secara teoritis, X dan Y merupakan asama amino prolin dan hidroksiprolin dan keduanya berperan dalam menstabilkan triple helice (Glanville dan Kuhn, 1979). Stabilitas kolagen terhadap panas disebabkan tidak hanya oleh komposisi asam amino tetapi juga posisi asam amino pada X dan Y. Sakakibara dkk. (1973) memperlihatkan bahwa kolagen dengan rangkaian asam amino dalam bentuk (Gly-Pro-Hyp)n lebih stabil terhadap panas dibanding jika dalam bentuk (Gly-Pro-Pro)n.

    Sintesa kolagen terjadi didalam sel fibroblast (Gambar 7), tetapi juga dapat berlangsung dalam sel epitelium dan epidermis. Sintesa kolagen terjadi didalam sel melalui traduksi genetik didalam ribosom. Satu molekul RNA messenger membentuk rangkaian asam amino dari polipeptida berkat traduksi antara nukleotida dan asam amino. Setiap rantai polipeptida atau rantai pro-alpha disintesa dari suatu ribosom yang dimulai pada bagian terminal amino (N). Gabungan dari tiga rantai pro-alpha membentuk triple helice, merupakan satu molekul prokolagen. Setelah pembentukan triple helice, molekul prokolagen dilepaskan dari dalam sel. Konversi prokolagen menjadi kolagen terjadi berkat enzim spesifik yakni prokolagen peptidase dan dengan bantuan kofaktor Ca2+ akan memotong perpanjangan peptida atau propeptida sehingga terbentuk kolagen (Dutson, 1976).


 


 


 

a. Molekul prokolagen dalam sel


 


 


 


 


 

b. Molekul kolagen setelah pemotongan propeptida


 


 


 


 


Gambar 7. Biosintesa kolagen (Prockop dkk. 1979)


 

Struktur triple helice dengan ikatan hidrogen menjadi stabil karena adanya 4-hidroksiprolin, dimana yang terakhir ini terbentuk didalam fibroblast akibat hidroksilasi dari prolin. Sementara itu hidroksilasi dari lisin yang juga terjadi didalam fibroblast menghasilkan 5-hidroksilisin yang mempunyai peranan penting dalam ikatan intermolekul (Miller, 1982).

Ikatan silang pada molekul kolagen

Molekul kolagen saling bergabung secara transversal melalui ikatan kovalen. Ikatan ini terlihat sedemikian rupa sehingga ektremitas dari satu molekul terletak pada seperempat bagian dari molekul tetangganya dan berulang secara beraturan (Gambar 8; Miller, 1982). Ikatan transversal ini (cross-link) bertujuan untuk menghambat pergesekan antar molekul dalam serat kolagen (Bailey, 1972). Ikatan ini menjadi indikator dari tingkat retikulasi kolagen dan ada dua macam ikatan kimiawi : 1) ikatan intramolekuler; merupakan ikatan kimiawi karena adanya kondensasi dari aldol tak jenuh pada bagian terminal N dari telopeptida (Bailey dan Robins, 1976), 2) ikatan intermolekuler; terjadi karena kondensasi antara lisin (hidroksilisin) dengan allisin (hidroksiallisin) membentuk ikatan aldimin (C=N). Ikatan dapat menjadi sangat stabil, seperti hydroxylysino-5-oxo-norleucine, atau ikatan yang sangat mudah dirusak oleh perubahan-perubahan pH atau suhu dan melalui serangan dari bahan-bahan pendenaturasi, seperti dehydro-hydroxylysinonorleucine (Bailey, 1969 ; McClain, 1976). Ikatan labil banyak ditemukan pada ternak muda, sedang ikatan stabil dominan pada ternak tua, dimana hal ini dapat menjelaskan resistensi yang kuat dari serat kolagen pada ternak tua. Dengan demikian jenis ikatan silang pada kolagen merupakan salah satu bagian yang penting dipertimbangkan dalam penilaian sifat-sifat mekanik pada daging.

Hubungan antara umur dengan ikatan kimiawi dari retikulasi kolagen

Penuaan ternak mengakibatkan beberapa perubahan-perubahan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif pada strukturasi serat kolagen. Sejumlah penelitian diperlihatkan oleh beberapa peneliti ; Allain dkk. (1978) dan Bailey (1979) memperlihatkan, hasil yang berkaitan dengan umur : - proporsi ikatan stabil tipe ceto-imine pada kulit dan fetus tikus yang banyak, - proporsi yang penting dari ikatan labil tipe aldimin pada ternak muda, dan - peningkatan ikatan stabil yang tidak tereduksi (non reductible) pada ternak tua (Gambar 9).

Pada umumnya, proporsi ikatan silang yang tereduksi meningkat persis setelah kelahiran. Ini disebabkan karena kecepatan sintesa kolagen (Light dan Bailey, 1979). Kemudian ikatan reduktibel menurun dengan bertambahnya umur (oksidasi ikatan kimiawi) (McClain, 1976) untuk membentuk ikatan stabil (Light dan Bailey, 1979). Penurunan proporsi ikatan reduktibel dapat mencapai 10 % dari kondisi awal pada jaringan ikat dari ternak muda (Light dan Bailey, 1979). Penurunan ini sangat cepat pada kolagen intramuskuler dibandingkan dengan kolagen pada tendon sapi (Shimokomaki dkk., 1972).


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Gambar 8. Molekul kolagen dan posisi ikatan silang


 


 

Gambar 9. Hubungan antara umur dengan stabilitas

ikatan silang (cross-link)


 

  1. Tipe Serat Muskuler

Serat muskuler diklasifikasikan berdasarkan atas aktivitas metabolik dan kontraktil.

Aktivitas Metabolik

Metabolisme energetik jaringan muskular utamanya diorientasikan untuk produksi energi, yang dimungkinkan oleh karena adanya alat kontraktil. Dikarakterisasi melalui peranan yang mendalam dari karbohidrat, sekalipun otot juga menggunakan asam lemak. Pada periode aktivitas kontraktil, glukosa merupakan sumber yang utama. Degradasi lengkap secara oksidatif dari glukosa ini memungkinkan untuk pembentukan ATP yang efektif.

Berdasarkan bahwa serat-serat muskuler memiliki cara oksidatif pada saat katabolisme glukosa atau melalui cara anaerobik (pembentukan asam laktat), kita membedakan serat-serat menjadi serat merah (kaya akan mitokhondria, mioglobin, dan lipid) dan serat
putih (miskin akan mitokhondria, mioglobin dan lipid, tetapi kaya akan glikogen).

Aktivitas Kontraktil

Berdasarkan atas kecepatan kontraksi, maka diantara serat-serat dapat dibedakan atas serat dengan kecepatan kontraksi cepat dan serat dengan kecepatan kontraksi lambat. Perbedaan kedua jenis kecepatan kontraksi ini ditentukan oleh perbedaan pada tingkat peralatan pada kepala molekul miosin.

Secara umum, berdasarkan studi histokimia dapat diperlihatkan bahwa serat-serat tipe metabolik merah dapat memiliki suatu sistim kontraktil dengan tipe lambat atau cepat. Sebaliknya serat-serat tipe metabolik putih nampaknya hanya dapat memiliki sistim kontraktil tipe cepat.

  1. Variabilitas Dari Penyusun Otot

Pada ternak yang sama dari otot yang berbeda terdapat variabilitas tipe serat muskuler. Variasi juga terjadi pada otot yang sama dari jenis ternak yang berbeda terutama pada spesies yang berbeda.

Perbedaan serat muskuler berdasarkan tipe metabolik dan kontraktilnya, merupakan penyebab utama dari heterogenisitas antara otot. Penyebab kedua dari heterogenisitas ini terjadi pada tingkat penggabungan serat sebagai penyusun otot, yakni pada tingkat jaringan ikat, antara otot menyajikan variasi kuantitatif dan kualitatif demikian juga perbedaan penyebaran jaringan ikat tersebut.

Pada spesies yang sama dan juga pada tipe otot yang sama, umur menjadi faktor yang penting dari variasi kandungan mioglobin dan lipid, demikian juga dengan struktur kolagen.

  1. Indikator Penilaian

Melalui pendekatan SCL indicator penilaian didasarkan pada kemampuan komunikasi, menganalisis, kreavitas, kedisiplinan, kerjasama team, dan kejelasan tentang struktur otot.

BAB III. PENUTUP

Telah dibahas struktur otot yang terdiri atas serat muskuler dan jaringan ikat. Aktivitas serat muskuler ada dua yakni aktivitas metabolik dan aktivitas kontraktil dimana variabilitas tipe serat dapat terjadi pada ternak yang sama dari jenis otot yang berbeda atau pada otot yang sama dari jenis ternak yang berbed khususnya pada spesies yang berbeda. Variasi ini pada umumnya disebabkan oleh kedua komponen penyusun otot tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Abustam, E dan H. M. Ali. 2005. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Buku Ajar. Program A2 Jurusan Produksi Ternak Fak. Peternakan Unhas
  2. Bechtel, P.J. 1986. Muscle As Food. Academic Press, Inc., Orlando
  3. Cross, H.R. and A.J. Overby 1988. World Animal Science : Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publisher B.V., Amsterdam
  4. Lawrie, R.A. 1979. Meat Science. Pergamon Press, Oxford
  5. Soeparno 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
  6. Swatland, H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall, Inc., New Jersey


 


 

2 komentar:

Unknown mengatakan...

tulisan anda sangat bagus untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai daging,,, khususnya untuk mahasiswa fakultas peternakan seperti saya...
pak, saya ingin meminta bantuan pada bapak, apakah bapak mempunyai judul penelitian dengan objek utama daging...

Anonim mengatakan...

informasinya bagus,,,,,
ohya mampir ke
http://marsens-science.blogspot.com atau
http://ricomarsen.wordpress.com